Oleh: Muhammad Farid

Krisis energi global yang semakin mengancam dan perubahan iklim yang tak terhindarkan menjadikan Indonesia perlu mempertimbangkan cara memproduksi dan mengkonsumsi energi. Negara kita, dengan kekayaan alam yang melimpah, memiliki peluang besar untuk memimpin transisi menuju energi terbarukan. Langkah ini tidak hanya penting untuk menjaga lingkungan, tetapi juga merupakan fondasi untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Namun, perjalanan menuju transisi ini tidaklah mudah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa produksi minyak mentah nasional pada Tahun 2022 jika dibandingkan dengan tahun 2021 turun sebesar 15,3%, sementara produksi batubara meningkat sebesar 12,3% [1]. Fakta ini menunjukkan bahwa kita menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketergantungan pada energi fosil hingga kurangnya infrastruktur untuk energi terbarukan.

Konsumsi energi di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu, seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup masyarakat. Saat ini, sektor industri, konstruksi, dan pertambangan menjadi pengguna terbesar dengan menyerap 53% dari total energi. Diikuti oleh sektor rumah tangga dengan 23%, transportasi sebesar 18%, dan sisanya 6% tersebar di berbagai sektor lainnya [2]. Kebutuhan energi nasional terus melonjak sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat urbanisasi yang kian tinggi. Ini bukan tren yang bisa kita abaikan. Semakin besar konsumsi energi, semakin besar pula dampaknya terhadap lingkungan, terutama jika tidak dikelola secara bijaksana. Melalui pendekatan statistik, mengungkapkan bahwa prediksi konsumsi energi Indonesia diperkirakan akan meningkat tajam hingga tahun 2025 [3]. Jika kita tidak segera beralih ke sumber energi terbarukan dan mulai menerapkan langkah-langkah penghematan energi, kita bisa menghadapi krisis energi yang serius, serta dampak lingkungan yang jauh lebih parah di masa mendatang.

Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan, seperti angin, tenaga surya, air dan biomassa. Data BPS menunjukkan bahwa energi biomassa menyumbang 5,93% dari 7,83% total konsumsi energi nasional pada 2022 [2]. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai bahan bakar tidak hanya mendukung ekonomi lokal, tetapi juga turut berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca. Ini menunjukkan bahwa energi terbarukan bisa menjadi solusi ganda yang mendukung keberlanjutan lingkungan sekaligus mendorong kesejahteraan ekonomi.

BPS mencatat bahwa Provinsi Jawa Tengah telah memanfaatkan peluang ini dengan membangun 19.563 unit infrastruktur energi terbarukan pada tahun 2021 [4]. Ini adalah contoh nyata yang sukses dilakukan dalam implementasi energi terbarukan di tingkat daerah yang bisa diikuti oleh provinsi lain. Namun, pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan. Infrastruktur untuk energi surya, angin, dan air memerlukan investasi yang besar serta teknologi canggih. Banyak wilayah terpencil dan kepulauan yang sulit diakses, menambah kesulitan dalam membangun infrastruktur yang diperlukan. Mengingat geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, tantangan ini semakin kompleks.

Untuk lebih memahami potensi energi terbarukan, mari kita lihat beberapa contoh dari negara lain. Jerman, misalnya, telah menjalankan kebijakan “Energiewende” yang mengedepankan energi terbarukan. Kebijakan ini tidak hanya berhasil mengurangi emisi karbon secara signifikan, tetapi juga menciptakan ratusan ribu pekerjaan baru di sektor energi bersih. begitu pula dengan Denmark, yang pada tahun 2020 memperoleh lebih dari 40% konsumsi energinya dari tenaga angin [5]. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa transisi energi terbarukan tidak hanya mungkin, tetapi juga bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Negara-negara ini telah membuktikan bahwa dengan kebijakan yang tepat dan investasi yang strategis, energi terbarukan bisa menjadi solusi yang menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan.

Kebijakan yang mendukung energi terbarukan juga belum cukup kuat. Insentif pajak, subsidi untuk energi bersih, dan regulasi yang mendukung teknologi baru perlu segera diberlakukan untuk mendorong pengembangan energi terbarukan secara lebih efektif. Tanpa kebijakan yang tegas dan berbasis data, transisi energi akan berjalan lambat. Jerman dan Denmark berhasil menciptakan ratusan ribu lapangan kerja di sektor energi terbarukan berkat kebijakan pemerintah yang proaktif [6]. Ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam mempercepat transisi energi terbarukan.

Selain kebijakan, masyarakat juga memegang peran penting dalam mewujudkan transisi energi. Edukasi mengenai pentingnya energi terbarukan harus terus diperkuat, terutama bagi generasi muda. Mengubah pola konsumsi energi menjadi lebih efisien adalah langkah kecil yang bisa memberikan dampak besar jika dilakukan secara kolektif. Langkah-langkah sederhana seperti mematikan lampu saat tidak digunakan, menggunakan alat-alat listrik hemat energi, atau beralih ke kendaraan listrik dapat berkontribusi pada pengurangan emisi karbon. Masyarakat juga perlu didorong untuk mendukung kebijakan energi terbarukan melalui kampanye publik, keterlibatan dalam proyek energi lokal, dan edukasi tentang dampak energi fosil terhadap lingkungan.

Memang, biaya awal untuk pengembangan energi terbarukan mungkin terlihat tinggi, tetapi manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar. Energi terbarukan tidak hanya membantu mengurangi emisi karbon tetapi juga meningkatkan kualitas hidup, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat ekonomi nasional. Dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan yang ada dan didukung oleh kebijakan yang tepat serta data yang akurat, Indonesia dapat mencapai kemandirian energi, mengurangi dampak lingkungan, dan mewujudkan masa depan yang cerah untuk generasi yang akan datang.

Langkah kecil yang kita ambil hari ini baik dalam kebijakan, investasi, maupun perubahan perilaku sehari-hari akan membawa kita lebih dekat pada masa depan Indonesia yang lebih hijau, berkelanjutan, dan mandiri. Ini adalah tantangan besar, tetapi dengan komitmen bersama dan tindakan yang terencana, masa depan yang lebih berkelanjutan dan sejahtera bisa menjadi kenyataan sebagai warisan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

#statisticsdatacamp2024 #pojokstatistik #hsn2024

Referensi

[1] “Badan Pusat Statistik Indonesia.” Accessed: Sep. 02, 2024. [Online]. Available: https://www.bps.go.id/id

[2] “Neraca Energi Indonesia 2018-2022 – Badan Pusat Statistik Indonesia.” Accessed: Sep. 02, 2024.[Online].Available:https://www.bps.go.id/id/publication/2023/12/21/a4822df8ddc9b338be718e58/neraca-energi-indonesia-2018-2022.html

[3] W. Prasasti and A. P. Prasetiyo, “Peramalan Konsumsi Energi Listrik Dikabupaten Blora Pada Tahun 2022-2025 Menggunakan Metode Autoregressive Integrated Moving Average (Arima),” vol. 16, no. 2, 2022.

[4] B. P. S. P. J. Tengah, “Banyaknya Infrastruktur Energi Baru Terbarukan, Jumlah, Kapasitas Total, Menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah, 2021 – Tabel Statistik.” Accessed: Sep. 02, 2024. [Online]. Available: https://jateng.bps.go.id/id/statistics-table/1/MjUxMyMx/banyaknya-infrastruktur-energi-baru-terbarukan–jumlah–kapasitas-total–menurut-kabupaten–kota-di-provinsi-jawa-tengah–2021.html

[5] D. S. Logayah, R. P. Rahmawati, D. Z. Hindami, and B. R. Mustikasari, “Krisis Energi Uni Eropa: Tantangan dan Peluang dalam Menghadapi Pasokan Energi yang Terbatas,” Hasanuddin J. Int. Aff., vol. 3, no. 2, pp. 102–110, Aug. 2023, doi: 10.31947/hjirs.v3i2.27052.

[6] A. D. T. Khansa and T. Widiastuti, “Kausalitas Pertumbuhan Ekonomi, Energi Terbarukan Dan Degradasi Lingkungan Pada Negara Organisasi Kerjasama Islam” J. Ekon. Syariah Teori Dan Terap., vol. 9, no. 1, p. 118, Jan. 2022, doi: 10.20473/vol9iss20221pp118-130.

Categories:

One response

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *